Sabtu, 30 April 2016

PERNYATAAN SIKAP HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG BULAKSUMUR SLEMAN “PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL 1 MEI 2016”

Akumulasi modal dan terpusatnya kekayaan pada segelintir konglomerat seolah menjadi “keharusan” dalam tata ekonomi negara ini. Buruh, dipaksa oleh kapitalisme global menyerahkan sebagian kedaulatannya. Negara lebih tunduk pada tuntutan korporasi  daripada kesejahteraan rakyatnya sendiri. Negara tidak berdaya atas elegi buruh yang saban tahun menyuarakan hak-haknya.

Kebijakan negara menyangkut tenaga buruh pun, didikte kepentingan kapitalisme global. Regulasi tenaga kerja alih daya, tak ubahnya menjadikan buruh “sekrup mesin produksi”. Regulasi ini pun, sampai sekarang tak kunjung diketok jalan keluarnya.

Dilansir dari Kompas, 25 Mei 2015, kekuatan ekonomi sebuah perusahaan multinasional melampaui kekuatan ekonomi negara ini. Perusahaan multinasional macam General Motors, Wal-Mart, Exxon Mobil, Ford Motor, maupun Daimler Chrysler di atas produk domestik bruto Indonesia. Mitsui, Mitsubishi, Toyota Motor, dan General Electric mempunyai kekuatan ekonomi sedikit di bawah negara ini. 

Di era Jokowi, peta kekuatan ekonomi semakin memburuk dengan masuknya korporasi global dari Tiongkok. Sebuah laporan dari Institute for Policy Studies (2000) memperlihatkan kebangkitan spektakuler korporasi global. Pada tahun 1999, seratus kekuatan ekonomi terbesar di dunia terdiri dari 51 korporasi dan 49 negara. Peta jalan ekonomi sesungguhnya sudah memperlihatkan situasi darurat dalam kepungan kapitalisme pasar bebas dan ciutnya negara.

Buruh seharusnya menjadi salah satu spirit petanda kebangkitan ekonomi. Menara Buruh yang seharusnya dikomandoi oleh negara justru memprihatinkan. Pasalnya, regulasi terkait ketanagakerjaan bagi kesejahteraan tenaga kerja cenderung “keropos.” 

Undang-Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan No. 13/2003 telah diterbitkan lebih dari 10 tahun yang lalu. Namun, perselihan buruh dengan negara maupun buruh dengan perusahaan tetap tak terelakan. Pemutusan kerja sepihak, tenaga kerja alih daya, maupun sistematika pengupahan merupkanan contoh kecil belum signifikannya kehadiran negara pada permasalahan buruh. Meskipun pemerintah menyatakan berkomitmen untuk menghentikan sistem yang merugikan ini. Nyatanya, Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/ Kontrak  masih bertentangan dengan ketentuan yang ada.

Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 justru menjadi permasalahan yang pelik terkait sistem pengupahan yang tidak adil bagi buruh. Bau anyir kepentingan kapitalisme global sudah cukup menjawab bagaimana regulasi tersebut diturunkan. 

Hal yang utama untuk diperhatikan dari PP tersebut terkait formulasi Upah Minimum (UM) yang penetapannya didasarkan pada UM tahun berjalan ditambah persen inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ini bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa penetapan UM oleh kepala daerah harus memerhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan di daerah masing-masing. Apalagi, penetapan UM menurut PP Pengupahan tersebut dilakukan setiap lima tahun sekali. 

Komponen Kebutuhan Hidup Layak berkaitan dengan perlindungan hak-hak tenaga kerja sesungguhnya diperlukan badan khusus yang didirikan pemerintah dengan melibatkan unsur tripartit. Tidak dengan kondisi selama ini yang pembicaraan tripartit hanya dibicarakan tanpa dalam kelembagaan khusus. Untuk Indonesia, sebagaimana yang dikatakan Silaban (2015) badan ini sangat diperlukan karena bisa dimanfaatkan untuk pengusaha yang banyak kabur meninggalkan kewajibannya.

Sebagai contoh, dilansir dari Litbang Kompas, 29 April 2016, sepanjang triwulan III 2014-triwulan III 2015 tercatat perekonomian tumbuh 4,73 persen. Untuk sektor pertanian, kehutanan dan perikanan hanya 3,21 persen. Pada sisi lain, ada juga sektor-sektor ekonomi yang tumbuh jauh di atas pertumbuhan ekonomi seperti jasa informasi dan komunikasi (10,83 persen) atau jasa keuangan dan asuransi (10,35 persen).

Dari data tersebut, didapatkan sektor usaha yang tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, namun ada juga yang di bawah pertumbuhan nasional. Jika perubahan upah hanya ditetapkan melalui perhitungan inflasi di atas kertas, pada akhirnya buruh akan tetap terbebani dengan persoalan mahalnya kebutuhan hidup yang tak berimbang. 

Ambruknya menara buruh juga sangat relevan dengan kondisi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta gempuran tenaga kerja asing dalam pembangunan proyek-proyek insfratruktur yang gencar digalakkan pemerintah. Buruh akan semakin tercekik karena akses terhadap ekonomi semakin jauh dari kata sejahtera.

Dari beberapa hal di atas, maka HMI Cabang Bulaksumur Sleman menuntut kepada pemerintah:
1. Tinjau ulang PP Pengupahan No. 78/2015 terutama sistem pengupahan dan komponen-komponen Kebutuhan Hidup Layak.
2. Kembali perkuat posisi dan fungsi Dewan Pengupahan di tiap-tiap daerah sesuai dengan amanat UU Ketenagakerjaan No. 13/2003.
3. Mewajibkan setiap perusahaan untuk memiliki Serikat Pekerja (SP) dan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) untuk mencegah konflik hubungan industrial.
4. Mempersiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (tenaga kerja) dalam negeri, sehingga dapat berdaya saing dengan tenaga kerja asing.
5. Memastikan perlindungan hak-hak tenaga kerja terpenuhi seperti jaminan sosial, batasan waktu lembur serta hak cuti  terutama cuti melahirkan yang memadai untuk tenaga kerja perempuan.
6. Memberikan perlindungan hukum terhadap pegiat-pegiat ketenagakerjaan dengan tidak melakukan kriminalisasi.
7. Menghentikan segala bentuk tindakan represif aparat penegak hukum terhadap aksi-aksi advokasi yang dilakukan oleh tenaga kerja.

Selamat Hari Buruh Internasional…

Sleman, 1 Mei 2016
HMI Cabang Bulaksumur Sleman

Jumat, 04 Januari 2013

Pemahaman “Equality Before The Law” Polisi Diuji

 Oleh : Muhammad Irham Fuady, S.H.
(Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Bulaksumur)

Masih Ingat kasus afriyani yang menabrak dan kemudian menewaskan beberapa orang di Tugu Tani ? Masih ingat kasus foto model seksi Novi Amelia yang menabrak 7 orang di Jakarta karena mabuk berat ? Andhika Pradikta yang mengendarai mobil dan menabrak warung pecel lele yang menyebabkan dua orang tewas. Nah sekarang ada lagi tabrakan karena kelalaian yang menyebabkan orang tewas. Kecelakaan yang terbaru ini berbeda dengan yang lain dan bisa dikatakan istimewa, kenapa istimewa dan berbeda ? karena yang menabrak adalah anak bungsu dari Hatta Rajasa ( Menko Perekonomian RI/ Ketua Umum Partai Amanat Nasional / Calon Presiden RI / Besan dari RI 1) yaitu Muhammad Rasyid Amrullah

 Kecelakaan ini langsung menggugah saya untuk menulis tentang pemahaman polisi mengenai makna asas “equality before the law” (semua orang berkedudukan sama didepan hukum). Dalam beberapa kasus sebelumnya seperti kasus Afriyani proses hukumnya berjalan dengan cepat. Kasus Afriyani dapat dikatakan proporsional penanganannya oleh polisi. Mereka tegas dan cepat memutuskan dan mengadili Afriyani. Penetapan menjadi tersangka juga tidak lamban dan ditetapkan pada hari itu juga

Kemudian kasus Novi Amelia dan Andhika Pradikta Penanganan yang sama seperti Afriyani juga diberikan kepada Novi Amelia dan Andhika Pradikta. Polisi tidak membutuhkan waktu lama untuk menetapkan Novi dan Andhika sebagai tersangka. Sedangkan pada penanganan kasus Rasyid, polisi terkesan lamban dan ada hal yang ditutup-tutupi. Perlakuan istimewa seakan diberikan kepada Rasyid terhadap kasus yang membelitnya. Kalaupun polisi mengatakan bahwa tak ada perlakuan istimewa untuk Rasyid, publik butuh buktinya bukan hanya “pepesan kosong” dari polisi. Apalagi sampai dengan saat ini publik belum melihat bagaimana kondisi fisik Rasyid seperti apa, hanya mendengar saja dari media

 Penahanan Rasyid pun ditangguhkan dengan alasan masih dirawat karena trauma berat akibat tabrakan tersebut. Coba kita menggunakan metode perbandingan, bagaimana dengan Afriyani yang menewaskan 9 orang ? apalagi dia seorang perempuan, dia juga pasti trauma berat setelah kejadian itu, namun penahanan terhadap dirinya berjalan mulus bebas hambatan, tidak seperti halnya Rasyid. Beda lagi dengan Andhika yang saat ini sudah dititipkan di Polda Metro Jaya, tidak lagi di RS. Di RSPP tempat ia dirawat perlakuannya juga istimewa, kamarnya president suite yang satu malamnya seharga sekitar Rp. 2,5 jutaan dan dijaga oleh 3 orang pengawal

Selanjutnya masalah pencekalan, dimana tempat Rasyid bersekolah/berkuliah di London, Inggris. Polisi mengatakan tidak perlu untuk melakukan pencekalan terhadap Rasyid karena keluarga menjamin jika Rasyid tidak akan memanfaatkan kelonggaran yang ada untuk kabur atau kembali ke London. Klo menurut saya sih “sedia payung sebelum hujan” mengapa tidak ?. Jika nanti ada kejadian kecolongan seperti Nazarudin yang kabur ke Kolombia sebelum ditahan, saling lempar tanggung jawab. Kalaupun nanti Rasyid sudah dijatuhkan pidana oleh hakim siapa juga yang berani jamin klo dia masih ada di tahanan ato di Indonesia. Gayus Tambunan saja yang ditahan di Mako Brimob bisa lihat turnamen tenis internasional sampai ke Bali pas waktu masa tahanannya

 Kemudian masalah perdamaian antara keluarga Pak Hatta (Ortu Rasyid) dengan keluarga korban yang memberikan kompensasi, hal itu tidak secara otomatis bisa menghilangkan unsur pidana kelalaian menyebabkan orang lain mati. Tetap proses hukumnya harus berjalan sampai pengadilan, karena hakim yang akan menentukan seberapa berat nanti Rasyid akan diberi hukuman. Perdamaian itu mungkin dapat saja sebagai bahan pertimbangan memberikan keringanan hukuman bagi Rasyid yang diancam dengan Pasal 283 jo 310 UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana 4 tahun penjara

Pendapat pribadi saya sedikit ragu terhadap “law enforcement” yang “fair” terkait kasus tabrakan anak menteri ini. Saya masih ingat kata-kata dosen saya Prof. Dr. Eddy OS Hiariej bahwa asas Equality Before The Law itu sebenarnya hanya t*i-t*i saja, sekedar tulisan saja. Hukum itu dalam realitanya saat ini seperti pisau, sangat tajam jika kebawah dan tumpul jika ke atas. Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan tersangka, yah ini hanya merupakan sebuah uneg-uneg dalam otak yang bisa jadi sampah dalam otak apabila tidak dituliskan dari seorang mahasiswa jelata karena ucapan polisi jika “TIDAK ADA PERLAKUAN ISTIMEWA TERHADAP TERSANGKA”. Ayo-ayo kawal terus perkaranya, jangan sampe hilang dari peredaran proses penegakan hukumnya

Senin, 12 November 2012

HMI Bulaksumur dan kelompok Cipayung Ziarah ke TMP Kusumanegara Menyambut Hari Pahlawan 2012

Tepat jam 9 pagi hari sabtu tanggal 10 November 2012, Pengurus dan Kader HMI Cabang Bulaksumur berkumpul di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Kegiatan tersebut juga diikuti oleh kelompok Cipayung yaitu PMII Cabang Yogyakarta, GMNI jogja, GMKI Jogja, PMKRI jogja dan SMI.
Tabur bunga ini sebagai salah bentuk apresiasi para pemuda atas jasa para pahlawan yang dengan tulus dan penuh pengorbanan untuk negara dan bangsanya.

kader HMI Cabang Bulaksumur dan kelompok Cipayung juga menabur bunga ke makam Jenderal Soedirman, isteri Jenderal Soedirman Siti Alifah Soedirman yang berada disamping makam Soedirman. Kemudian para pahlawan yang makamnya satu deret dengan Panglima Soedirman yakni, Jenderal Raden Oerip Soemoharjo dan Soepomo mantan Menteri Pembangunan Pemuda.

Dihadapan pusara Jenderal Soedirman, Kader HMI Bulaksumur dan kelompok Cipayung mengeluarkan pernyataan sikap kepada permintah yakni; Pemerintah wajib memperhatikan nasib rakyat, stop konflik yang terjadi diberbagai daerah saat ini, elite pemerintah harus bersikap pahlawan bukan penjajah, dan pemerintah harus melanjutkan spirit pahlawan memerangi pemiskinan dan pembodohan.

Kamis, 18 Oktober 2012

KEKERASAN OLEH MILITER




 Oleh : Muhammad Irham Fuady, S.H.
(Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Bulaksumur)

Kali ini publik dikejutkan lagi dengan adanya tindakan kekerasan terhadap wartawan. Kekerasan itu terjadi terhadap wartawan ketika terjadi musibah jatuhnya pesawat Hawk 200 di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Riau. Dimana pada saat itu beberapa wartawan sedang menjalankan tugas jurnalistiknya untuk meliput peristiwa jatuhnya pesawat Hawk 200. Diluar dugaan ternyata beberapa oknum TNI (salah satunya berpangkat Letnan Kolonel) melakukan tindakan kekerasan terhadap 6 orang wartawan. Bagaimanapun juga tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan, walaupun ada alasan dari KSAU bahwa hal itu dilakukan untuk melindungi diri wartawan sendiri karena pesawat tersebut membawa persenjataan yang lengkap dan dapat meledak sewaktu-waktu serta melukai orang-orang yang ada disekitarnya.

Secara rasionalitas yang baik seharusnya saat melarang wartawan untuk tidak mendekat, anggota TNI tidak menggunakan tindakan represif, gunakanlah pendekatan persuasif. Ketika memang wartawan masih terlihat “ngeyel” silahkan dorong dengan badan atau tangan tanpa main cekek atau main pukul. Dalam hal yang seperti ini, perlu ditekankan bahwa anggota TNI harus bisa membedakan perlakuan wilayah sipil dengan perlakuan wilayah militer. Ketika TNI menghadapi rakyat, jangan menyamakannya dengan menghadapi wilayah militer. Rakyat biasa akan kelabakan jika dihadapkan dengan militer yang identik dengan disiplin dan keras. Seharusnya TNI itu bersinergi dengan rakyat (termasuk didalamnya wartawan), bukan malah menindas dengan kekerasan.

Berdasarkan hukum positif di Indonesia jurnalis dilindungi dan dijamin oleh UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo Pasal 19 UU No 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (Covenan On Civil And Political Right/ICCPR) serta Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers. Pasal 18 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers menyatakan “setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan pekerjaan jurnalistik maka dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta".

Setelah banyak orang mengecam tindakan kekerasan tersebut, Panglima TNI berjanji akan menindak sesuai dengan aturan para pelaku yang melakukan kekerasan terhadap wartawan. Disini seharusnya kita ikut berperan serta memantau perkembangan proses peradilan bagi oknum yang melakukan kekerasan terhadap wartawan tersebut. Jangan hanya dengan kata maap dan “lipservice” petinggi TNI di media bahwa perkara kekerasan ini akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, kita percaya penuh. Pemantauan itu tetap diperlukan agar proses peradilan terhadap pelaku kekerasan sesuai dengan jalurnya dan tidak hanya menguap sampai sidang kode etik. Gejala dan tindakan kekerasan terhadap wartawan yang kerap terjadi serta berulang ini menunjukkan, bahwa belum ada pemahaman yang tepat terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh undang-undang. Akibatnya, tidak adanya efek jera dari para pelaku kekerasan terhadap wartawan

HMI Tuntut Hukuman Mati bagi Koruptor







YOGYA (KRjogja.com-Jumat, 9 Desember 2011) - Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta dan Sleman melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka Hari Anti Korupsi sedunia hari ini. Massa mendukung penuntasan kasus korupsi dan mengiginkan hukuman mati bagi koruptor.

Aksi massa HMI cabang Yogyakarta dimulai dari parkir Abu Bakar Ali, Gedung DPRD DIY hingga ke kawasan titik nol. Dalam aksinya, koordinator umum, Ahmad Shohib menandaskan, jika korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang merugikan bangsa dan negara.

"Korupsi tidak bisa dibiarkan berkembang menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Bagi HMI dan bangsa ini, tidak ada hukuman yang setimpal bagi para koruptor selain hukuman mati," ujarnya, Jumat (9/12).

Menurutnya, korupsi di Indonesia sudah mendarah daging dan sangat sulit untuk diberantas. Bahkan para koruptor banyak yang terbebas dari hukum dan aparat kepolisian, kejaksaan termasuk KPK tidak bisa menyentuh karena kuatnya jaringan kolusi, korupsi dan nepotisme di Indonesia.

"Pemberantasan korupsi di Indonesia harus menyeret para koruptor untuk diadili meskipun pelakunya adalah mantan aktivis HMI, pihak eksekutif maupun legislatif. Segala bentuk korupsi termasuk pelakunya, merupakan musuh bangsa Indonesia dan musuh HMI," katanya.

Sementara itu, aksi serupa juga digelar oleh HMI cabang bulaksumur Sleman di kawasan Boulevard UGM. Koordinator aksi, Yasif menyatakan, pantas kiranya jika koruptor disebut sebagai penjahat Hak Asasi Manusia (HAM). Karena para koruptor telah mengambil hak asasi warga negara secara terselubung dengan mengemplang berbagai dana yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat.

"Akibat ulah para koruptor, banyak masyarakat yang miskin dan kelaparan. Korupsi juga telah menghantarkan negara pada kehancuran karena kekayaan negara hanya dinikmati oleh segelintir penguasa dan korporat asing. Negara harus bertanggung jawab untuk mengusut tuntas kasus korupsi di negeri ini," tandasnya. (Ran)

Senin, 08 Oktober 2012

Konflik KPK Vs Polri jilid 2 ?


Oleh ; Muhammad Irham Fuady, S.H.
Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Bulaksumur
Sedikit flashback kebelakang mengenai kasus KPK Vs Polri tahun 2009 lalu terkait dengan kasus century yang melibatkan Komjen. Susno Duaji dan kemudian akhirnya ada “upaya” kriminalisasi pimpinan KPK Bibit Samad dan Chandra Hamzah. Kasus tersebut mirip dengan perkara yang terjadi saat ini yaitu kasus simulator SIM yang menjadi “trending topic” dimasyarakat. Dalam kasus simulator SIM ini terdapat dualisme penanganan perkara, dimana Polri menyatakan bahwa merekalah yang berhak menangani kasus ini, karena dari awal mereka sudah menyelidik kasus ini. Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apabila suatu perkara sudah di “take over” oleh KPK, maka lembaga lain harus melepas perkara tersebut untuk diproses oleh KPK, dengan tetap berkoordinasi dengan lembaga lain. Sebenarnya adanya konflik kewenangan ini menunjukkan bahwa adanya egoisme lembaga penegak hukum dalam penanganan sebuah kasus. Jika setiap lembaga tidak mengedepankan egosime, maka konflik ini tidak akan terjadi.
Kemudian jika dilihat dari kasus penyidik KPK Kompol. Novel Baswedan yang menjadi buruan “Polri” sedikit ada kejanggalan. Kejanggalan tersebut terkait proses dan waktu, dimana pada saat terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan oleh Kompol. Novel Baswedan terhadap pencuri sarang burung walet terjadi pada tahun 2004 dan kini sudah tahun 2012, terdapat sela waktu panjang untuk pengungkapan kasus tersebut. Timbul satu pertanyaan dari beberapa orang, apa saja kerja provos Polda Bengkulu selama tahun 2004 hingga saat ini untuk mengungkap kasus dugaan penganiayaan tersebut. Dari beberapa sumber media juga disebutkan bahwa penasehat hukum keluarga korban penganiayaan belum pernah melaporkan kembali ke polisi sejak tahun 2004, ketika dugaan perbuatan pidana tersebut terjadi. Mereka mengakui hanya mengirimkan surat permohonan untuk memperoleh keadilan kepada polisi pada tanggal 22 September 2012, sedangkan laporan polisi tersebut tertanggal 1 Oktober 2012. Apalagi saat ini  Kompol. Novel Baswedan sedang menangani kasus simulator SIM dan menjabat sebagai Wakil Ketua Satgas Penanganan Kasus Simulator SIM.
Beberapa pemaparan hal diatas membuat stigma dimasyarakat bahwa ada kejanggalan terkait dengan kasus yang menimpa Kompol. Novel Baswedan. Masyarakat menilai bahwa novel merupakan korban “kriminalisasi” pihak-pihak tertentu yang ingin menghambat jalannya proses kasus simulator SIM yang sedang ia selidiki, seperti halnya Bibit-Chandra pada saat menangani kasus century yang melibatkan Komjen. Susno Duaji. Penangkapan penyidik KPK tersebut juga dapat dikatakan sebagai teror suatu lembaga terhadap lembaga lain, hingga para petinggi Polri dan KPK turun tangan sampai ke bawah untuk “mendinginkan” suasana. Rakyat yang melihat suasana konflik seperti saat ini merasa jenuh sehingga menyebabkan berlarut-larutnya penanganan kasus simulator SIM. Penantian rakyat adanya statement SBY akhirnya keluar malam ini.  Adanya statement SBY pada malam ini sedikit memberi harapan baik terhadap perkembangan penanganan kasus simulator SIM khususnya dan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi pada umumnya. Setelah keluarnya statement SBY pada malam ini rakyat harus tetap mengawal jalannya penegakan hukum terhadap kasus simulator SIM, agar tidak keluar dari “rel” instruksi presiden kepada Polri dan KPK pada malam ini.

Pernyataan sikap HMI Bulaksumur terhadap konflik institusi penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi


1.       Menuntut Polri untuk segera menindaklanjuti instruksi presiden terkait kasus korupsi simulator SIM yang diserahkan penindakannya kepada KPK.
2.       Mendesak DPR RI menghentikan revisi UU KPK yang melemahkan kewenangan KPK
3.       Menuntut KPK untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang belum tuntas seperti Century, BLBI, Hambalang, Wisma atlet, Pajak dll.
4.       Menuntut KPK untuk mengusut tuntas semua kasus korupsi disemua institusi tanpa terkecuali.
5.       Menuntut sinergitas semua lembaga penegak hukum dalam usaha pemberantasan korupsi.
6.       Mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk terus mengawal pemberantasan korupsi di Indonesia.

Yogyakarta, 8 Oktober 2012

HMI Cabang Bulaksumur Sleman